Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering merasakan panas dari matahari, radiator, atau api unggun. Tapi, pernahkah kamu bertanya-tanya bagaimana kalor sebenarnya berpindah? Dalam fisika, perpindahan kalor terjadi melalui tiga cara yaitu: konduksi, konveksi, dan radiasi. Setiap proses ini memiliki mekanisme uniknya sendiri dan penting untuk banyak aplikasi kehidupan sehari-hari, mulai dari teknologi rumah tangga hingga iklim global. 1. Konduksi: Perpindahan Kalor Melalui Kontak Langsung Konduksi adalah proses di mana kalor berpindah melalui kontak langsung antara partikel-partikel dalam suatu bahan, terutama dalam zat padat. Saat satu bagian dari benda dipanaskan, partikel-partikel di area tersebut mulai bergetar lebih cepat dan mentransfer energi kinetik mereka ke partikel-partikel tetangga. Dengan cara ini, kalor menyebar dari satu ujung benda padat ke ujung lainnya. Pada logam, proses ini terjadi dengan sangat cepat karena adanya elektron bebas yang membantu membawa kalor dari area y...
Teman-teman, mari sejenak kita bayangkan kita berada pada restoran mewah. Kita pesan minuman air lemon yang segar. Minuman ini disajikan di gelas cantik dengan sedotan yang mewah pula dimana irisan lemon dengan cantik diletakkan di ujung gelas.
Bayangkan kita memandang tajam gelas tersebut dan kita temukan sedotan tersebut terlihat tidak seperti semestinya. Sedotan yang seharusnya baik-baik saja terlihat patah. Saat itu kita mulai berpikir, apanya ya yang salah? Gelasnya atau mata kita yang salah? Atau jangan-jangan..
Hehehe
Pada dasarnya tidak ada yang salah dengan gelas ataupun mata kita. Yang perlu kita pahami adalah cara cahaya merambat atau bergerak.
Cahaya merupakan gelombang elektromagnet yang cara merambat dan bergeraknya bergantung pada medium. Saya tegaskan "cara" disini karena pada dasarnya biar tanpa mediumpun si cahaya masih bisa merambat. Hanya saja, kecepatannya berbeda bergantung pada mediumnya.
Mari kita mengulas lebih sederhana lagi. Saat cahaya merambat pada medium cahaya akan mencoba merambat dengan menempuh waktu paling sedikit. Seperti halnya ketika kita naik motor mau ke mall atau ke pasar kita juga akan cenderung pilih jalan yang paling cepat kan? Apalagi kalau kita lihat di Google Map, jalannya macet. Pasti kita belok arah biar cepat. Hal ini juga berlaku sama bagi cahaya. Cahaya memilih waktu yang yang paling singkat ketika melalui medium. Akibatnya cahaya akan membelok ketika melalui medium yang berbeda.
Prinsip cahaya saat melalui medium yang saya ceritakan tadi dikenal tadi kita kenal dengan prinsip fermat. Prinsip fermat berbicara mengenai si cahaya akan mengambil waktu paling minimum saat merambat. Konsekuensinya, cahaya akan membelok yang kita kenal dengan pembiasaan. Jadi pembelokan cahaya dapat kita sebut sebagai pembiasan atau refraksi.
Proses pembiasan cahaya dijelaskan oleh Snellius yang dikenal dengan hukum Snellius. Ingat ya kawan, yang penting fenomenanya bukan hukumnya.
Penjelasan Snellius erat kaitannya dengan geometri. Snellius menjelaskan bahwa pada saat cahaya melewati medium, garis normal, sinar datang, sinar bias suatu cahaya terletak pada bidang datar. Adapun besarnya perbandingan antara sinar datang dan sinar bias yang diproyeksikan atau dihimpitkan pada garis batas antar medium selalu tetap. Nilai perbandingan ini disebut indeks bias.
Nilai indeks bias setara dengan perbandingan antara kecepatan cahaya di vakum dengan kecepatannya di medium. Makin rapat mediumnya, cahaya cenderung makin lambat geraknya. Tentunya cahaya makin kuat dibelokkan sehingga indeks bias mediumnya dikatakan lebih tinggi. Kaya naik Gojek yang kejebak macet, bawaannya mau belok saja.
Nah sekarang kita akan mudah menjelaskan mengapa sedotan tadi terlihat patah. Ternyata akibat pembiasan. Karena sedotan di dalam air, saat kita melihat sedotan, cahaya merambat dari medium air menuju medium udara. Udara kurang rapat dibandingkan air, pastinya. Cahaya yang merambat menuju medium yang kurang rapat akan dibiaskan menjauhi garis normal. Dalam hal ini kita akan melihat sedotan seperti bangkok menjauhi pusat gelas.
Sebaliknya apabila cahaya merambat menuju ke medium yang lebih rapat, cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal. Dalam kasus sedotan, kita tidak akan menjumpai sedotan bengkok mendekati pusat gelas.
Gambar 1. Ilustrasi fenomena lemon tea
Bayangkan kita memandang tajam gelas tersebut dan kita temukan sedotan tersebut terlihat tidak seperti semestinya. Sedotan yang seharusnya baik-baik saja terlihat patah. Saat itu kita mulai berpikir, apanya ya yang salah? Gelasnya atau mata kita yang salah? Atau jangan-jangan..
Hehehe
Pada dasarnya tidak ada yang salah dengan gelas ataupun mata kita. Yang perlu kita pahami adalah cara cahaya merambat atau bergerak.
Cahaya merupakan gelombang elektromagnet yang cara merambat dan bergeraknya bergantung pada medium. Saya tegaskan "cara" disini karena pada dasarnya biar tanpa mediumpun si cahaya masih bisa merambat. Hanya saja, kecepatannya berbeda bergantung pada mediumnya.
Gambar 2. Peristiwa pembiasan, P sinar datang, Q sinar bias, n indeks bias, v kecepatan cahaya |
Mari kita mengulas lebih sederhana lagi. Saat cahaya merambat pada medium cahaya akan mencoba merambat dengan menempuh waktu paling sedikit. Seperti halnya ketika kita naik motor mau ke mall atau ke pasar kita juga akan cenderung pilih jalan yang paling cepat kan? Apalagi kalau kita lihat di Google Map, jalannya macet. Pasti kita belok arah biar cepat. Hal ini juga berlaku sama bagi cahaya. Cahaya memilih waktu yang yang paling singkat ketika melalui medium. Akibatnya cahaya akan membelok ketika melalui medium yang berbeda.
Prinsip cahaya saat melalui medium yang saya ceritakan tadi dikenal tadi kita kenal dengan prinsip fermat. Prinsip fermat berbicara mengenai si cahaya akan mengambil waktu paling minimum saat merambat. Konsekuensinya, cahaya akan membelok yang kita kenal dengan pembiasaan. Jadi pembelokan cahaya dapat kita sebut sebagai pembiasan atau refraksi.
Proses pembiasan cahaya dijelaskan oleh Snellius yang dikenal dengan hukum Snellius. Ingat ya kawan, yang penting fenomenanya bukan hukumnya.
Penjelasan Snellius erat kaitannya dengan geometri. Snellius menjelaskan bahwa pada saat cahaya melewati medium, garis normal, sinar datang, sinar bias suatu cahaya terletak pada bidang datar. Adapun besarnya perbandingan antara sinar datang dan sinar bias yang diproyeksikan atau dihimpitkan pada garis batas antar medium selalu tetap. Nilai perbandingan ini disebut indeks bias.
Nilai indeks bias setara dengan perbandingan antara kecepatan cahaya di vakum dengan kecepatannya di medium. Makin rapat mediumnya, cahaya cenderung makin lambat geraknya. Tentunya cahaya makin kuat dibelokkan sehingga indeks bias mediumnya dikatakan lebih tinggi. Kaya naik Gojek yang kejebak macet, bawaannya mau belok saja.
Nah sekarang kita akan mudah menjelaskan mengapa sedotan tadi terlihat patah. Ternyata akibat pembiasan. Karena sedotan di dalam air, saat kita melihat sedotan, cahaya merambat dari medium air menuju medium udara. Udara kurang rapat dibandingkan air, pastinya. Cahaya yang merambat menuju medium yang kurang rapat akan dibiaskan menjauhi garis normal. Dalam hal ini kita akan melihat sedotan seperti bangkok menjauhi pusat gelas.
Gambar 3. Proses pembiasan sedotan |
Sebaliknya apabila cahaya merambat menuju ke medium yang lebih rapat, cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal. Dalam kasus sedotan, kita tidak akan menjumpai sedotan bengkok mendekati pusat gelas.