Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering merasakan panas dari matahari, radiator, atau api unggun. Tapi, pernahkah kamu bertanya-tanya bagaimana kalor sebenarnya berpindah? Dalam fisika, perpindahan kalor terjadi melalui tiga cara yaitu: konduksi, konveksi, dan radiasi. Setiap proses ini memiliki mekanisme uniknya sendiri dan penting untuk banyak aplikasi kehidupan sehari-hari, mulai dari teknologi rumah tangga hingga iklim global. 1. Konduksi: Perpindahan Kalor Melalui Kontak Langsung Konduksi adalah proses di mana kalor berpindah melalui kontak langsung antara partikel-partikel dalam suatu bahan, terutama dalam zat padat. Saat satu bagian dari benda dipanaskan, partikel-partikel di area tersebut mulai bergetar lebih cepat dan mentransfer energi kinetik mereka ke partikel-partikel tetangga. Dengan cara ini, kalor menyebar dari satu ujung benda padat ke ujung lainnya. Pada logam, proses ini terjadi dengan sangat cepat karena adanya elektron bebas yang membantu membawa kalor dari area y
Saat ini piranti-piranti elektronik semakin canggih dan berukuran kecil. Laptop misalnya, dulu ukurannya besar dan memiliki banyak keterbatasan dalam menjalankan suatu program, dan saat ini kita banyak menjumpai laptop dengan ukuran kecil namun dengan fungsi kerja yang jauh lebih baik. Handphone juga demikian, dulu ukuran cukup besar, berat dan fitur yang terbatas, saat ini kita banyak menjumpai handphone yang kecil dan semakin canggih. Tidak hanya terbatas di bidang elektronika saja, di bidang kesehatan misalnya obat-obatan untuk mengobati penyakit yang sulit disembuhkanpun terus berkembang. Pada bidang lingkungan kita bisa menemukan berbagai material canggih untuk mengatasi permasalahan tersebut, seperti zeolit nanopartikel dan bentonite. Perkembangan piranti-piranti elektronik yang canggih dan semakin kecil, obat-obatan, serta perkembangan teknologi di berbagai bidang tersebut tidak lepas dari peranan ilmuan material yang terus mengembangkan nanomaterial.
Nanomaterial adalah material/bahan yang ukuran partikelnya berada pada orde 1 - 1000 nm. Pada umumnya ukuran partikel nanomaterial berada pada daerah 1 - 100 nm. Kita dapat membayangkan apabila kita memiki kubus yang kita pandang sebagai nanomaterial, maka kita akan memilliki kubus dengan sisi-sisi 1 nm. Kemudian apabila kita membandingkan ukuran material nanomaterial, maka kita dapat membayangkan sebuah bola sepak yang bebas di dalam bola bumi. Bola sepak memilik ukuran diameter sekitar 22 cm, sementara bola bumi memiliki diameter 12.713 km. Sangat besar bukan perbedaannya? Contoh nanomaterial diantaranya adalah nano silika, carbon nanotube, carbon dots, graphene, ZnO nanopartikel dll. Nanomaterial juga terdapat secara alami di alam, misalnya pada bulu merak, kaki cicak, sayap kupu-kupu,serta daun talas.
Gambar 1. Contoh nanomaterial dan analoginya dengan kubus dan bola (sumber; dokumen penulis) |
Berdasarkan bentuk geometrinya kita akan mengenal nanomaterial dengan dimensi 1-D, 2-D dan 3-D. Bahkan, untuk partikel yang berukuran kurang dari 10 nm kita mengenalnya dengan istilah nanomaterial berdimensi rendah, mungkin kita juga pernah mendengar istilah nanodots material.
Ukuran partikel yang sangat kecil membawa perubahan sifat fisis dari nanomaterial. Sifat fisis tersebut misalnya kuat tarik tekan dan kuat tarik, sifat kelistrikan, sifat kemagnetan, modulus elastik, kemampuan terdifusi (koefisien difusi). Untuk nanomaterial kristal perubahan ukuran partikel yang semakin kecil akan merubah sifat partikel seperti tampak pada Gambar 2.
Gambar 2. Pengaruh ukuran partikel yang semakin kecil terhadap sifat fisis nanomaterial ↑ (meningkat), ↓ (menurun); (sumber : Suryanarayana, C. 2002) |
Selain itu bentuk partikel dari nanomaterial juga dapat menentukan sifat fisis dari material meskipun berasal dari bahan dasar yang sama. Sifat fisis nanomaterial yang bergantung pada struktur dan ukuran partikel, dari segi ilmu pengetahuan sangat bermanfaat dan menarik untuk terus digali oleh para ilmuan.
Pengetahuan mengenai sifat fisika material sangat bermanfaat untuk menggali potensi aplikasi material. Misalnya pada obat nanomaterial. Seperti yang telah kita ketahui semakin kecil ukuran nanomaterial kemampuan terdifusinya akan semakin meningkat sehingga apabila obat nanomaterial diaplikasikan akan cepat terdifusi di dalam tubuh dibandingkan obat biasa yang artinya proses penyembuhan penyakit akan lebih cepat dan efisien. Kita tentunya juga sudah tidak asing lagi dengan material Carbon Nanotube (CNTs). Material ini memiliki kekuat tarik dan kekerasan yang jauh lebih kuat dibandingkan baja. Keunggulan lainnya adalah material ini lebih ringan sehingga sangat berpotensi diaplikasan pada pesawat terbang dan luar angkasa.
Gambar 3. Aplikasi CNTs pada pesawat terbang dan pesawat luar angkasa |
Kemudian pada partikel nanomagnetik yaitu pada material ϒ-Fe2O3, Köytepe & Seçkin, 2008 memaparkan semakin kecil ukuran partikel sifat kemagnetan bahannya yaitu kurva histerisisnya semakin lebar sehingga apabila diaplikasikan sebagai memori penyimpanan akan semakin baik. Sifat barupun dapat muncul saat nanomaterial berkurang ukuran partikelnya. Misalnya reduksi grafit hingga berukuran nanodots partikel akan mengubah sifat konduktor pada grafit menjadi semikonduktor. Bahkan material nanodots hasil reduksi grafit tersebut memunculkan sifat baru yaitu fotolumenesensi yang sama sekali tidak ditampakkan oleh grafit (Wang & Hu, 2014).
Bagaimana cara membuat nanomaterial ?
Teknik untuk membuat nanomaterial biasanya kita kenal sebagai proses sintesis nanomaterial.Untuk menyintesis nanomaterial secara umum kita dapat membaginya menjadi dua buah proses yaitu proses top-down dan proses bottom-up. Secara sederhana proses top-down dapat kita artikan sebagai proses reduksi bahan (pengurangan ukuran partikel) menjadi nanomaterial. Adapun proses bottom-up dapat kita artikan sebagai proses sintesis nanomaterial dari fasa molekuler (misalnya cairan) hingga membentuk nanomaterial misalnya nanokristal. Kedua proses tersebut dapat dilakukan secara fisika maupun kimia. Secara fisika misalnya laser ablation, penggerusan ultra (milling), gelombang bunyi kejut (sonication). Adapun proses kimia misalnya hydrothermal, precipition, proses elektrokimia, oksidasi kimia, dll. Berbagai metode terus berkembang untuk mengembangkan nanomaterial, hal ini memberikan peluang bagi kita untuk ikut berkontribusi mengembangkannya.
SEMOGA BERMANFAAT :D
Referensi:
Suryanarayan. C., 2002, The structure and properties of nanocrystalline materials: issues and concerns, JOM Journal of the Minerals, Metals and Materials Society, 54(9): 24-27
Köytepe, S., & T. Seçkin, 2008, Molecular design of Fe3O4-containing polyimide as a route to nanomagnetic materials. Industrial & Engineering Chemistry Research, 47(12): 4123-4130
Wang, Y., & A. Hu, 2014, Carbon quantum dots: synthesis, properties and applications, Journal of Materials Chemistry C, 2(34): 6921-6939.